Ketua MUI Kampar Dr. H. Mawardi M. Saleh, Lc, MA memberikan ceramah dalam acara Tabligh Akbar Peringatan Tahun Baru Islam 1442 H di Masjid Al-Ihsan Pulau Terap Kec. Kuok, Kamis (27 Agustus 2020 M/ 09 Muharram 1442 H). Acara yang dihadiri ratusan jama’ah tersebut, mengambil tema ‘Hidupkan Semangat Keislaman Menuju Persaudaraan Umat’.
Hadir dalam acara ini Pengurus MUI Kuok, Kepala KUA Kuok, Kepala Desa dan perangkatnya, Ninik Mamak serta remaja masjid. Sebelum tabligh akbar dimulai, jamaah yang hadir melaksanakan shalat Maghrib dan Isya berjamaah di Masjid Al-Ihsan yang merupakan masjid tertua dan bersejarah di Kecamatan Kuok. Sebelum shalat Isya, seluruh jama’ah “Bakela” (Makan Bersama) yang disediakan oleh Jama’ah Ummahat.
Dalam ceramahnya, Mawardi M. Saleh yang juga dikenal sebagai akademisi dan Imam Besar Markaz Islamy Kampar, antara lain mengemukakan mengenai pentingnya rasa syukur dan ikhlas. Menurutnya, dengan rasa syukur dan ikhlas maka kehidupan seseorang akan menjadi lebih baik. ”Tak akan ada kebahagiaan, bila seseorang tidak memiliki rasa syukur dan ikhlas,” katanya.
Buya Mawardi menyebutkan, kehidupan setiap manusia tidak ada yang sama. Dari aspek duniawi, ada yang berkelebihan dan ada juga yang kekurangan. Namun dia menyebutkan, sesuai janji Allah SWT, sebenarnya setiap mahluk hidup sudah dicukupkan kebutuhannya dan semuanya berpotensi untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. ”Dengan janji Allah ini, tinggal bagaimana kita bersyukur dan ikhlas. Tanpa memiliki rasa syukur dan ikhlas, maka berapa pun yang kita peroleh, tidak akan pernah merasa cukup,” jelasnya.
Dalam peringatan Tahun Baru Islam 1442 tersebut, Buya Mawardi mengingatkan setiap muslim mesti mengetahui dan memahami bahwa Kalender Hijriyah merupakan identitas Islam yang disepakati pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab pada tahun keempat Hijriyyah. Pada mulanya, tahun baru Hijriyah diperingati sebagai penanda peristiwa hijrah secara geografis yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat untuk menyelamatkan akidah mereka. Peristiwa itu menandakan dimulainya tatanan Islam yang membawa umatnya menuju masyarakat madani berasaskan keadilan dan kesetaraan.
Salah satu makna penting hijrah adalah proses transformasi dari jahiliyah (kegelapan) menuju peradaban yang sepenuhnya tercerahkan. Dalam konteks kebangsaan, hijrah bisa dimaknai sebagai transformasi menuju peningkatan kesejahteraan seluruh elemen masyarakat. Mengingat konteks ini, negara tidak memiliki tujuan dan agenda lain kecuali mengupayakan kualitas penghidupan yang layak bagi seluruh warganya.
Pergantian tahun baru Islam, selayaknya dijadikan momentum untuk menumbuhkan semangat keislaman menuju persaudaraan umat sebagaimana yang dilakukan Nabi ketika berhijrah dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor.
Buya Mawardi juga memaparkan bahwa Nabi semasa hijrah hanya memiliki sumber daya terbatas untuk memberdayakan masyarakatnya di Madinah, baik secara finansial maupun manajerial. Bahkan, hampir tidak memiliki potensi apa pun yang bisa diolah dan dikembangkan untuk membangun masyarakatnya. Tetapi, Rasulullah SAW justru mampu memperlihatkan hal sebaliknya. Beliau membuktikan, pemimpin yang berlandaskan komitmen yang besar untuk mengadakan perubahan disertai keteladanan, dedikasi, totalitas, serta integritas, akan selalu mampu mengatasi tiap permasalahan.***